Wisata Baturraden Banyumas
Wisata Baturraden Banyumas. Ini adalah pertama dan mungkin terakhir kali saya ke Baturraden. Dan, jalan-jalan ini masih di masa pandemi Covid-19 tahun 2020. Sudah lama, tapi baru punya tenaga untuk menulisnya sekarang. Bisa dibilang wisata ke Baturraden merupakan acara perpisahan Bapak yang akan pindah tugas ke Sumatra, pulang kampung. Enggak banyak yang ikut, hanya teman satu bidang kerjaan saja. Dari rumah kami naik sepeda motor, selanjutnya barengan naik mobil teman Bapak ke Baturraden. Sepeda motor kami titipkan di salah satu tempat penitipan. Perasaan saya campur aduk. Senang karena melihat Jawa yang indah, teratur, dan tenang. Sedih sebab saya hanya punya sedikit waktu untuk menikmatinya.
Perjalanan Cilacap ke Banyumas tidak memakan waktu lama. Dari kejauhan tampak Gunung Slamet begitu gagah. Memasuki kawasan Baturraden kontur jalan mulai naik dan udara terasa sejuk. Cuaca cerah berawan. Larik sinar matahari menerobos sela-sela pohon pinus. Hati semakin melow. Di pintu masuk tempat wisata kami diberi gelang penanda per orang. Mobil terus mengikuti jalan menanjak. Terus saja melaju, eh, ternyata salah jalan dan akhirnya balik arah setelah bertanya ke seorang petugas. Tujuannya ke mana, sih? Curug, air terjun. Tapi saya enggak tau curug yang mana yang menjadi tujuan. Ada banyak curug di tempat wisata Baturraden ini, katanya. Saat itu saya hanya tahu Baturraden hanya tempat wisata, begitu saja yang saya dengar dari Bapak.
Awal Mula Baturraden
Ternyata Baturraden bermula dari legenda Suta, sang penjaga kuda kerajaan di Jawa Tengah. Suta mendengar suara jeritan perempuan yang merupakan putri raja saat tengah berjalan di dekat danau. Sang putri melihat ular raksasa di depannya. Mengetahui hal tersebut Suta langsung memukul kepala ular dengan tongkat besar. Dari sini kedekatan Suta dan putri raja bermula, hingga putri raja meminta Suta untuk meminta izin kepada raja untuk menikahkannya. Namun, raja marah dan memenjarakan Suta. Suta sangat menderita, tapi sang putri membantunya melarikan diri. Mereka berhasil kabur meninggalkan istana, kemudian menikah dan tinggal di dekat sungai yang berada di kaki Gunung Slamet. Oleh masyarakat tempat Suta dan putri tinggal disebut Baturraden. Dalam bahasa Jawa kata “Batur” memiliki arti “pelayan atau pembantu” dan “raden” berarti “bangsawan”.
Selain versi Kadipaten (suatu wilayah yang menjadi tempat kedudukan seorang adipati) di atas, ada lagi versi lain, yaitu versi Syekh Maulana Maghribi yang menceritakan seorang Pangeran Rum berasal dari Turki melihat cahaya terang misterius menjulang ke langit bagian timur. Karena penasaran pangeran tersebut mencarinya hingga ia menemukan seorang pertapa Buda bersandar di batang pohon mengeluarkan cahaya di puncak gunung yang kemudian disebut Baturraden.
Tempat-Tempat Wisata di Baturraden, Banyumas
Hasil pencarian saya di internet, tentu setelah pulang dari Baturraden, ada banyak tempat wisata menarik di sana, yaitu:
- Lokawisata Baturraden
- Telaga Sunyi
- Curug Bayan
- Curug Jenggala
- Curug Sendang Bidadari (Curug Lawang)
- Taman Langit
- Curug Kembar (Telaga Hijau)
- Kebun Raya Baturraden
- Baturraden Adventure Forest
- Pancuran Pitu
- Bukit Pandang Baturraden
- Bukit Bintang Baturraden
- Curug Gede
- Taman Miniatur Dunia
- Curug Telu
Namun, dari semua curug, saya enggak tau apa nama curug yang saya kunjungi. Jika ada pembaca yang tau, boleh beri jawaban di kolom komentar, ya. Terima kasih. Agak aneh sih memang, masak enggak tau nama tempat yang dikunjungi. Saya cari di internet dan coba mencocokkan dengan foto milik saya, ada kemiripan antara curug tapi enggak persis sama. Sehingga saya enggak menemukan jawaban dari nama curug tersebut.
Jalan Mencapai Curug
Ketika kami tiba, tempat parkir tidak begitu ramai, didominasi sepeda motor. Waktu itu saya enggak tahu kalau tempat wisata di Baturraden luas, jadi sempat berpikir, cuma begini aja? Jarak dari tempat parkir ke akses menuju curug cukup dekat, sehingga tanpa banyak kompromi rombongan langsung turun. Saya juga ikut dong. Curug berada di bawah, menurun menggunakan anak tangga yang jarak antar anak tangga kurang dari 30cm . Saya langsung teringat waktu ke air terjun Sipiso-piso, turunnya oke, saat naik ngos-ngosan plus lutut serasa ingin lepas. Tidak sebanyak anak tangga Sipiso-piso, tapi medan menuju curug ini lumayan menantang sebab bersebelah dengan tebing dan jurang. Meski ada pagar pengaman sekaligus berfungsi sebagai pegangan, tetap saja hormon adrenalin kian meningkat.
Di tengah jalan kami berpapasan beberapa kali dengan pengunjung. Mereka mengarah ke atas. Saya lihat jam sekitar pukul sebelas. Berarti mereka sudah tiba dari pagi. Sampai di bawah, semua lelah terbayar. Alam enggak pernah gagal menyuguhkan keindahan terbaiknya.
Pemandangan Curug
Dalam bahasa Sunda “Curug” artinya air terjun. Terakhir saya melihat air terjun tahun 2015 di Sipiso-piso. Karena saat itu sore dan mendung saya tidak turun untuk bisa menikmati percikan airnya. Hanya suara derunya saja yang saya dengar, tapi itu pun sudah membuat takjub.
Tidak begitu besar, namun curug ini sangat menawan. Dikelilingi tebing dan hutan menjadikan curug tersembunyi. Hidden gem, bisa dibilang begitu. Suara air yang jatuh melewati tebing menghapus semua kengerian saat turun tadi. Saya menghirup udara segar dalam-dalam. Suara binatang di tengah-tengah belukar bersahutan. Cahaya matahari menghujam permukaan air membuat kilau yang menyenangkan pandangan.
Saya turut membasahi kedua kaki ke dalam air. Sangat dingin. Sementara yang lain berenang mendekati curug, termasuk Bapak. Ah, rasanya semua penat hilang seketika. Awalnya saya keberatan saat Bapak menawari saya untuk ikut dengan alasan segan. Sengaja mengenal orang baru, terkadang membuat saya tidak nyaman, sehingga saya memilih untuk di rumah saja. Tapi, ternyata turut serta pun tak membuat rugi. Jika saya di rumah, maka tidak ada cerita tentang Baturraden yang indah ini.
Beruntungnya, saat kami di curug tidak ada rombongan lain, jadi suasananya lebih privasi apalagi lokasi curug tidak begitu besar.
Meninggalkan Baturraden
Sekitar pukul satu kami naik ke atas. Sinar matahari mulai terasa sedikit menyengat. Saat kami mulai berbenah ada beberapa orang turun sambil membawa bekal makan siang. Makan siang di tepi air terjun memanglah nikmat. Semoga saja mereka membawa kembali sampah sisa makanannya, sehingga tidak mengotori alam. Self reminder juga nih buat kita, bersenang-senang sih boleh tapi harus ingat enggak boleh mengotori dan merusak alam. Kalau bukan kita siapa lagi yang harus peduli, iya, kan?! Seperti yang saya katakan tadi, turun oke, naik ngos-ngosan. Inilah yang terjadi. Kaki seperti ingin lepas, betis seakan digatungi batu, berat. Mungkin ini dampak dari enggak pernah olah raga. Sesekali saya berhenti di tengah anak tangga mengambil napas. Berbekal semangat akhirnya sampai juga di atas, tempat kami memarkir kendaraan.
Setelah memastikan semua beres tanpa ada barang tertinggal, kami melanjutkan perjalanan mencari tempat makan siang.
Baca juga: Wisata Benteng Pendem Cilacap: Kustbatterij op de Landtong te Cilacap
WM. Putri Gunung Baturraden
Apa itu WM? Warung Makan. Kalau di Medan ada RM, yaitu Rumah Makan. Yang saya dengar dari obrolan Bapak dan temannya, yang memilih tempat makan ini adalah bos mereka. Jarak dari kawasan wisata Baturraden, Banyumas ke WM. Putri Gunung tidak terlalu jauh, tetapi saya juga tidak bisa memastikan berapa kilometer. Berada di daerah yang begitu asri khas pedesaan menjadi salah satu daya tarik restoran ini. Saya sangat suka dengan konsep bangunannya, homey banget. Material bangunan perpaduan kayu dan bambu menjadikan konsep rumah makan ini menyatu dengan alam. Kami dapat meja yang sudah direservasi berdekatan dengan kolam ikan. Duh, suara gemericik air dan cuaca yang tidak begitu panas membuat saya nyaman untuk menikmati makan siang, apalagi rasa masakannya enak.
Dari infopurwokerto.com saya ketahui bahwa Bapak Tekad Santoso, mengutamakan konsep kearifan lokal untuk warung miliknya ini, baik desain bangunan dan menu makanan. Jadi, enggak salah saya merasa seperti di rumah. Menu makanannya pun sangat rumahan. Seingat saya waktu itu saya memilih tumis genjer atau kangkung dan ayam goreng. Untuk lebih jelas daftar menu dan harga bisa di cek di menukuliner.net. Dan uniknya, daftar menu ditulis dalam bahasa Jawa. Ngerti enggak sih saya? Sedikit. Oh ya, yang paling saya ingat adalah menu ikan peda. Ini benar-benar berbeda. Belum pernah saya menemukan menu ikan peda selama kulineran.
WM. Putri Gunung sangat luas, mulai dari parkiran sampai musala pun cukup lega. Ada bagian indoor dan outdoor, jadi bebas pilih sesuai mood agar bisa makan lebih nikmat. Berdiri sejak 2016, warung makan ini berlokasi di Dusun II Dukuh, Kemutug Lor, Kec. Baturraden, Kab. Banyumas. Yang kepo sama WM. Putri Gunung bisa berkunjung lebih dulu ke akun instagramnya @putrigunungbaturraden.
Perjalanan Pulang dari Baturraden
Berbeda dengan pergi, rute pulang lebih menarik. Teman Bapak membawa kami melewati kawasan peternakan sapi, meski tidak singgah, melihat sapi-sapi berwarna hitam putih tengah makan di padang rumput sudah menjadi pemandangan yang sangat indah bagi saya. Bukan berarti saya tidak pernah melihat sapi, ya, melainkan melihat sapi di tengah padang rumput hijau yang sangat luas seperti ini, jujur belum pernah. Biasanya saya hanya melihat sapi lokal Indonesia berwarna cokelat dan makan di lahan-lahan kosong yang ditumbuhi rumput liar. Dan, yang sangat berkesan di ingatan saya sampai sekarang adalah pemandangan yang saya lihat dalam perjalanan pulang, hamparan bukit berkabut, hawa pegunungan yang sejuk, matahari yang mulai bergulir ke barat, saya melihatnya bagai lukisan Tuhan yang wajib saya syukuri. Dalam hati saya berujar, benar kata mereka alam Indonesia sangat indah. Pantas menyemat julukan Zamrud Khatulistiwa. Ini baru secuil saja, yang lain masih banyak. “Saya mencintai negeri indah dengan gugusan ribuan pulaunya… .” (5cm.)
Di temani lagu “Sedang Sayang Sayangnya” yang dinyanyikan Mawar de Jongh, mobil melaju dengan kecepatan sedang. Mood galaunya makin dapat dong ya, sedang sayang-sayangnya, eh, diminta pindah. Entah ada lagi kesempatan atau tidak saya kembali ke Baturraden, entahlah! Kepindahan kami tinggal menghitung hari. Perjalanan ke Baturraden adalah perjalanan penutup kami saat masih tinggal di kota dengan julukan Kota Bercahaya. Barangkali Tuhan ingin mengabulkan doa-doa kami, yaitu ingin bertualang bersama ke mana saja, asal bersama. Hihihi.